By; Ferdynand Felix TL., S.Kep., Ners.
DEFINISI
Aspirasi dari cairan amnion yang berisi mekonium pada trakhea janin atau bayi baru lahir saat di dalam uterus atau saat bernafas pertamakali.
PATOFISIOLOGI
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan.
Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri.
Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.
Perencanaan berikut difokuskan pada perawatan infant yang mengalami aspirasi mekonium dan yang berresiko mengalami komplikasi pulmonary.
ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS
• Asfiksia fetal
• Prolonged labour
MANIFESTASI SPESIFIK
• Noda mekonium saat lahir
• Takipnea
• Hipoksia
• Hipoventilasi
PENANGANAN
• Suction secara adekuat pada hipopharing saat kelahiran
• Intubasi dan suction pada trachea
• Tangani dengan penanganan distress pernafasan
• Cegah hipoksia dan acidosis
PENGKAJIAN FISIK
Riwayat antenatal ibu
• Stress intra uterin
Status infant saat lahir
• Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
• Apgar skor dibawah 5
• Terdapat mekonium pada cairan amnion
• Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
Pulmonarry
• Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
• Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru
• Cyanosis
• Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)
PENGKAJIAN BEHAVIORAL
• Disminished activity
STUDY DIAGNOSTIK
• Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax
DATA LABORATORIUM
• Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(1) Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi mekonium
Tujuan 1. Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir atau setelahnya
Intervensi :
• Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir. Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi baru lahir bernafas
• Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah kelahiran. Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut
• Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar. Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan
• Berikan istirahat dan ketenangan pada infant. Menangis atau agitasi dapat meningkatkan tekanan intra thorakal, menyebabkan pneumothorax
Tujuan 2. Identifikasi dan minimalkan kegagalan pernafasan setelah kelahiran
Intervensi :
• Kaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan segera seperti :
- Frekuensi, kedalaman dan takipnea ( frekuensi nafas lebih dari 60 x/menit). Peningkatan frekuensi nafas menentukan peningkatan kebutuhan oksigen
- Grunting. Suara grunting terjadi karena penutupan glottis untuk menghentikan ekshalasi udara dengan desakan udara ke pita suara
- Nasal flaring.
- Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Retraksi mengindikasikan distensi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
- Cyanosis. Cyanosis terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh.
- Analisa gas darah menunjukkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. Nilai tersebut mengindikasikan adanya acidosis
- Hasil serial ronqen dada. Dapat mengindikasikan atelektasis, hiperinflasi atau pneumothoraks
• Berikan therapi oksigen dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Ventilasi mekanik kadang diperlukan kadang tidak. Tekanan positif diberikan setelah therapy bronkoskopi atau laringotrakheal untuk mencegah masuknya mekonium ke jalan nafas yang lebih kecil.
• Set ventilator mekanik untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dengan frekuensi nafas pendek (60 – 70 x /menit. Setting ini diperlukan untuk memberikan ventilasi alveoli bagian distal pada infant dengan aspirasi mekonium berat
• Pertahankan hiperoksigenasi dan nilai pH/AGD pada 7,45 – 7,55 dengan PCO2 22 – 30 mmHg. Hiperoksigenasi mencegah sirkulasi fetal persisten. Keadaan alkalosis respiratorik membentu menurunkan vasokontriksi paru pada infant dengan aspirasi mekonium.
• Berikan fisiotherapi dengan perkusi dan vibrasi setiap 1 – 2 jam. Gunakan percussor atau vibrator jika infant dapat mentoleransi treatment. Prosedur ini membantu mengeluarkan sekresi tapi prosedur ini dilakukan tergantung pada kondisi infant
• Cegah komplikasi infeksi (pneumonitis) dengan pemberian antibiotik IV sesuai pesanan (seperti ampicillin). Antibiotik menghancurkan bakteri dengan memecah dinding sel bakteri sehingga sel bakteri mati.
• Berikan aminoglycosides sesuai pesanan seperti kanamisin. Monitor kadar serum bayi. Aminoglycosides menghancurkan bakteri dengan menghambat sintesis protein sehingga sel bakteri mati. Berikan secara pelahan untuk mencegah toksisitas ginjal. Memonitor level serum memaksimalkan efeltifitas therapi obat.
• Jika dipesankan, berikan steroid untuk menurunkan respon inflamasi mekonium. Walaupun obat hidrokortison merupakan pilihan tetapi penggunaannya masih diperdebatkan.
• Siapkan infant untuk pembedahan dan pemasangan Extracorporeal Membrane Oksigenation (ECMO) Pump jika infant mengalami kerusakan fungsi paru yang berat. CCMD mempertahankan pertukaran dan perfusi gas. Pembedahan dilakukan untuk menanam dua tube kecil di leher dan menghubungkannnya dengan mesin ECMO yang memompakan darah melalui paru artificial. Prosedur ini memepertahankan infant tetap hidup sampai paru dapat didukung dengan ventilasi mekanik. Jika ECMO digunakan :
- Kaji intake dan output cairan infant. Mempertahankan keseimbangan cairan penting untuk mencegah overload cairan.
- Monitor PO2 atau nilai oksimetri. Nilai tersebut untuk mengevalusi oksigenasi jaringan
- Kaji status neurologik infant. Tanda neurologik menunjukkan perubahan status oksigenasi
- Suction saluran endotrakheal sesuai pesanan. Suctioning mempertahankan patensi jalan nafas dan membantu treatment.
Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang
Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama krisis situasi.
Intervensi :
• Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme. Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga
• Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya. Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua
• Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan. Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.
• Anjurkan keluarga berkunjung, ikut memberikan perawatan bila mungkin. Kunjungan, komunikasi dan partisipasi pada perawatan infant membantu proses bounding
• Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan prosedur yang penting saat di rumah. Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah.
• Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi. Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.
b) DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YANG MUNGKIN
• Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori.
• Kecemasan orangtua berhubungan dengan kemungkinan kematian pada infant, respon terhadap perawatan yang lama, dan pemberian bantuan ventilator di rumah
• Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan pernafasan
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai akibat mekonium pada paru
• Resiko tinggi injury berhubungan dengan komplikasi pneumothoraks, atelektasis
• Kegagalan pertukaran gas berhubungan dengan pneumonitis chemical dan kegagalan fungsi paru akibat aspirasi mekonium
• Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan aspirasi mekonium
• Deficit pengetahuan orangtua berhubungan dengan perawatan jangka panjang setelah kepulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994
Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc, Missouri 1996.
DEFINISI
Aspirasi dari cairan amnion yang berisi mekonium pada trakhea janin atau bayi baru lahir saat di dalam uterus atau saat bernafas pertamakali.
PATOFISIOLOGI
Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan.
Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri.
Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan.
Perencanaan berikut difokuskan pada perawatan infant yang mengalami aspirasi mekonium dan yang berresiko mengalami komplikasi pulmonary.
ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS
• Asfiksia fetal
• Prolonged labour
MANIFESTASI SPESIFIK
• Noda mekonium saat lahir
• Takipnea
• Hipoksia
• Hipoventilasi
PENANGANAN
• Suction secara adekuat pada hipopharing saat kelahiran
• Intubasi dan suction pada trachea
• Tangani dengan penanganan distress pernafasan
• Cegah hipoksia dan acidosis
PENGKAJIAN FISIK
Riwayat antenatal ibu
• Stress intra uterin
Status infant saat lahir
• Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
• Apgar skor dibawah 5
• Terdapat mekonium pada cairan amnion
• Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
Pulmonarry
• Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
• Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru
• Cyanosis
• Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)
PENGKAJIAN BEHAVIORAL
• Disminished activity
STUDY DIAGNOSTIK
• Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax
DATA LABORATORIUM
• Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(1) Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi mekonium
Tujuan 1. Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir atau setelahnya
Intervensi :
• Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir. Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi baru lahir bernafas
• Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah kelahiran. Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut
• Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar. Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan
• Berikan istirahat dan ketenangan pada infant. Menangis atau agitasi dapat meningkatkan tekanan intra thorakal, menyebabkan pneumothorax
Tujuan 2. Identifikasi dan minimalkan kegagalan pernafasan setelah kelahiran
Intervensi :
• Kaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan segera seperti :
- Frekuensi, kedalaman dan takipnea ( frekuensi nafas lebih dari 60 x/menit). Peningkatan frekuensi nafas menentukan peningkatan kebutuhan oksigen
- Grunting. Suara grunting terjadi karena penutupan glottis untuk menghentikan ekshalasi udara dengan desakan udara ke pita suara
- Nasal flaring.
- Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Retraksi mengindikasikan distensi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
- Cyanosis. Cyanosis terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh.
- Analisa gas darah menunjukkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. Nilai tersebut mengindikasikan adanya acidosis
- Hasil serial ronqen dada. Dapat mengindikasikan atelektasis, hiperinflasi atau pneumothoraks
• Berikan therapi oksigen dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Ventilasi mekanik kadang diperlukan kadang tidak. Tekanan positif diberikan setelah therapy bronkoskopi atau laringotrakheal untuk mencegah masuknya mekonium ke jalan nafas yang lebih kecil.
• Set ventilator mekanik untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dengan frekuensi nafas pendek (60 – 70 x /menit. Setting ini diperlukan untuk memberikan ventilasi alveoli bagian distal pada infant dengan aspirasi mekonium berat
• Pertahankan hiperoksigenasi dan nilai pH/AGD pada 7,45 – 7,55 dengan PCO2 22 – 30 mmHg. Hiperoksigenasi mencegah sirkulasi fetal persisten. Keadaan alkalosis respiratorik membentu menurunkan vasokontriksi paru pada infant dengan aspirasi mekonium.
• Berikan fisiotherapi dengan perkusi dan vibrasi setiap 1 – 2 jam. Gunakan percussor atau vibrator jika infant dapat mentoleransi treatment. Prosedur ini membantu mengeluarkan sekresi tapi prosedur ini dilakukan tergantung pada kondisi infant
• Cegah komplikasi infeksi (pneumonitis) dengan pemberian antibiotik IV sesuai pesanan (seperti ampicillin). Antibiotik menghancurkan bakteri dengan memecah dinding sel bakteri sehingga sel bakteri mati.
• Berikan aminoglycosides sesuai pesanan seperti kanamisin. Monitor kadar serum bayi. Aminoglycosides menghancurkan bakteri dengan menghambat sintesis protein sehingga sel bakteri mati. Berikan secara pelahan untuk mencegah toksisitas ginjal. Memonitor level serum memaksimalkan efeltifitas therapi obat.
• Jika dipesankan, berikan steroid untuk menurunkan respon inflamasi mekonium. Walaupun obat hidrokortison merupakan pilihan tetapi penggunaannya masih diperdebatkan.
• Siapkan infant untuk pembedahan dan pemasangan Extracorporeal Membrane Oksigenation (ECMO) Pump jika infant mengalami kerusakan fungsi paru yang berat. CCMD mempertahankan pertukaran dan perfusi gas. Pembedahan dilakukan untuk menanam dua tube kecil di leher dan menghubungkannnya dengan mesin ECMO yang memompakan darah melalui paru artificial. Prosedur ini memepertahankan infant tetap hidup sampai paru dapat didukung dengan ventilasi mekanik. Jika ECMO digunakan :
- Kaji intake dan output cairan infant. Mempertahankan keseimbangan cairan penting untuk mencegah overload cairan.
- Monitor PO2 atau nilai oksimetri. Nilai tersebut untuk mengevalusi oksigenasi jaringan
- Kaji status neurologik infant. Tanda neurologik menunjukkan perubahan status oksigenasi
- Suction saluran endotrakheal sesuai pesanan. Suctioning mempertahankan patensi jalan nafas dan membantu treatment.
Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang
Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama krisis situasi.
Intervensi :
• Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme. Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga
• Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya. Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua
• Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan. Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.
• Anjurkan keluarga berkunjung, ikut memberikan perawatan bila mungkin. Kunjungan, komunikasi dan partisipasi pada perawatan infant membantu proses bounding
• Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan prosedur yang penting saat di rumah. Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah.
• Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi. Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.
b) DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YANG MUNGKIN
• Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori.
• Kecemasan orangtua berhubungan dengan kemungkinan kematian pada infant, respon terhadap perawatan yang lama, dan pemberian bantuan ventilator di rumah
• Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan pernafasan
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pneumonia sebagai akibat mekonium pada paru
• Resiko tinggi injury berhubungan dengan komplikasi pneumothoraks, atelektasis
• Kegagalan pertukaran gas berhubungan dengan pneumonitis chemical dan kegagalan fungsi paru akibat aspirasi mekonium
• Inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan aspirasi mekonium
• Deficit pengetahuan orangtua berhubungan dengan perawatan jangka panjang setelah kepulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994
Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc, Missouri 1996.
By; Ferdynandus Felix TL., S.Kep., Ners.
Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).
Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
Patofisiologi dan Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi
Status sosial ekonomi rendah —– + —– Kurang pengetahuan —– + —– Sistem dukungan sosial tidak memadai
Defisiensi Protein Defisiensi Sumber Kalori
Katabolisme Protein & Lemak ↑
Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi fisik
(hipoalbiminemia)
Gangguan Sintesis Sel Ggn pola aktivitas/bermain (cengeng, apatis)
Ggn pertumbuhan fisik Ggn perkembangan motorik-mental-sosial Edema
- ukuran antropometrik << – motorik kasar
- motorik halus Risiko gangguan integritas kulit
- kognitif dan bahasa
- sosial
Ggn sintesis sel-sel darah:
- Anemia gizi
- Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑
Pencernaan Pernapasan:
- mual/muntah - bronkhitis
← - gastroenteritis - brokhopneumonia → Ggn pola napas/bersihan jalan napas
- malabsorbsi - tuberkulosis)
Tindakan invasif:
- sonde/infus
Gambaran Klinik dan Diagnosis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)
Gambaran Klinik Kwashiorkor:
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2
(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)
Gambaran Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karen
A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
Menilai perkembangan masalah klien.
2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
Hitung balans cairan.
Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
Menilai perkembangan masalah klien.
Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Observasi tanda-tanda aspirasi.
Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.
Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.
Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.
Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.
Menilai perkembangan maslah klien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).
Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
Patofisiologi dan Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi
Status sosial ekonomi rendah —– + —– Kurang pengetahuan —– + —– Sistem dukungan sosial tidak memadai
Defisiensi Protein Defisiensi Sumber Kalori
Katabolisme Protein & Lemak ↑
Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi fisik
(hipoalbiminemia)
Gangguan Sintesis Sel Ggn pola aktivitas/bermain (cengeng, apatis)
Ggn pertumbuhan fisik Ggn perkembangan motorik-mental-sosial Edema
- ukuran antropometrik << – motorik kasar
- motorik halus Risiko gangguan integritas kulit
- kognitif dan bahasa
- sosial
Ggn sintesis sel-sel darah:
- Anemia gizi
- Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑
Pencernaan Pernapasan:
- mual/muntah - bronkhitis
← - gastroenteritis - brokhopneumonia → Ggn pola napas/bersihan jalan napas
- malabsorbsi - tuberkulosis)
Tindakan invasif:
- sonde/infus
Gambaran Klinik dan Diagnosis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)
Gambaran Klinik Kwashiorkor:
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2
(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)
Gambaran Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karen
A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
Menilai perkembangan masalah klien.
2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
Hitung balans cairan.
Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
Menilai perkembangan masalah klien.
Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Observasi tanda-tanda aspirasi.
Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.
Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.
Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.
Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.
Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.
Menilai perkembangan maslah klien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar