Mengatasi Anak Suka Mencuri
Anak anda mengerjakan PR tepat waktu, membantu membersihkan meja setelah makan malam, dan bahkan membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga saat libur. Jadi, benarkah anak yang sama, yang kita kenal itu mencuri, mengutil?
Sebelum anda bereaksi ada beberapa cara untuk mengetahui mengapa anak kita mencuri dan bagaimana membantu kebiasaan buruk itu berakhir. Anak di setiap umur, mulai awal sekolah hingga remaja, dapat tergoda untuk mencuri karena alasan berbeda.
Anak berusia sangat muda kadang mengambil barang-barang yang mereka inginkan tanpa memahami jika itu punya nilai uang dan itu salah untuk mengambil tanpa membayar. Anak usia sekolah biasanya mengetahui mereka tidak seharusnya mengambil tanpa membayar, tapi mereka melakukan itu juga. Bisa jadi karena kurang kontrol diri.
Lalu awal remaja, mereka tentu lebih paham mencuri itu tidak boleh, namun tetap terus dilakukan gara-gara sensasi tantangan atau karena teman juga mencuri. Beberapa orang tua, bahkan anak yang melakukan meyakini mereka akan berhenti. Hanya saja ketika mereka memiliki kontrol atas diri sendiri, beberapa remaja mencuri sebagai bentuk pemberontakan.
Ada alasan kompleks lain yang bisa menjadi faktor penyebab. Anak mungkin marah atau butuh perhatian. Perilaku mereka bisa jadi mencermikan tekanan di rumah, sekolah, atau hubungan antar teman. Alasan lebih ekstrim, beberapa anak kadang mencuri karena bingung mencari pertolongan dan dorongan emosi akibat siksaan fisik yang harus ditanggung.
Namun di dalam kasus umum, anak-anak dan remaja mencuri karena mereka tidak mampu membeli apa yang mereka butuhkan atau inginkan, contoh mereka mencuri barang-barang bermerek mahal. Dalam kasus tertentu mereka mencuri karena kebutuhan akibat kecanduan obat.
Apa pun alasan mencuri, orang tua wajib mencari tahu akar perilaku tersebut dan menyelesaikan sebab masalah dibalik perilaku mereka dengan tepat, yang kadang tidak muncul ke permukaan. Berikut saran seorang ahli psikologi dan tumbuh kembang anak W. Douglas Tynan, PhD, ABPP,
Apa yang harus dilakukan?
Ketika anak tertangkap basah mencuri, reaksi orang tua sebaiknya tetap terkendali. Itu bergantung pada apakah kejadian itu pertama kali atau memang sudah ada pola perilaku mencuri sebelumnya
Dengan anak yang berusia masih sangat muda, orang tua mesti membantu memberi pemahaman, mencuri adalah salah. Mencuri adalah mengambil barang tanpa ijin atau membayar, itu akan melukai orang lain.
Jika anak prasekolah mengambil permen, misal, orang tua dapat mengajarkan dengan membantu si anak mengembalikan permen tersebut. Jika anak telah memakan barang curian, orang tua semestinya membawa anak kembali ke toko untuk meminta maaf dan membayar barang tersebut.
Bahkan untuk anak usia sekolah, masih sangat penting untuk membiasakan mengembalikan barang yang dicuri. Memang anak kelas satu atau dua seharusnya sudah paham mencuri adalah salah. Namun mereka mungkin masih membutuhkan pemahaman atas konsekuensi perilaku mereka.
Berikut adalah contoh; Jika seorang anak pulang dengan gelang seorang teman dan cukup jelas jika anak mengambil tanpa permisi, orang tua harus menegur dan tak lupa menekankan, bagaimana rasanya bila seorang mengambil barang si anak tanpa bilang dulu. Orang tua harus mendorong anak untuk menghubungi teman dan minta maaf, menjelaskan apa yang terjadi dan berjanji akan mengembalikan segera.
Ketika pencurian dilakukan anak remaja, dianjurkan orang tua memberi konsekuensi lebih keras. Misal, ketika anak remaja anda tertangkap mengutil, orang tua dapat membawa anak kembali ke toko, bertemu ke bagian keamanan, menjelaskan dan meminta maaf atas apa yang terjadi.
Perasaan malu menghadapi apa yang telah ia perbuat dengan mengembalikan barang curian bisa menjadi pelajaran menetap yang berharga, mengapa mencuri itu salah. Hukuman lebih lanjut, seperti hukuman fisik, tak perlu dilakukan. Itu hanya akan membuat anak marah dan cenderung melakukan hal-hal lebih buruk.
Anak-anak di setiap usia perlu tahu, mengutil bukan sekedar mengambil barang dari toko, itu sama dengan mengambil uang dari orang yang menjalankan bisnis tersebut. Plus, mengutil membuat harga semakin mahal bagi konsumen tertentu.
Mereka harus paham, mencuri adalah kriminal dan dapat mengarah pada konsekuensi lebih jauh dari sekedar tak boleh keluar rumah. Ada hukuman lebih berat, penampungan anak nakal, bahkan penjara.
Bila mencuri dilakukan anak pada properti orang tua, anak pun harus tetap diberi hukuman. Misal, beri tawaran membayar kembali uang seperti melakukan pekerjaan rumah tangga ekstra. Itu sangat penting. Hanya saja, sebaiknya orang tua tidak meninggalkan uang di tempat terbuka yang gampang dijangkau anak, apalagi untuk menjebak mereka. Itu hanya akan memperparah hubungan saling percaya antar orang tua dan anak.
Jika Anak Tetap Mencuri
Bila anak anda telah mencuri lebih dari sekali, pertimbangkanlah untuk mencari bantuan profesional. Tindakan buruk berulang bisa jadi mengindikasikan masalah lebih besar.
Sepertiga dari penghuni penampungan anak nakal yang tertangkap gara-gara mengutil mengaku, sulit bagi mereka untuk berhenti. Jadi, sangat penting membantu orang tua dan remaja memahami mengapa mencuri itu salah dan mereka bakal menghadapi konsekuensi serius jika terus mencuri.
Orang-orang yang bisa anda datangi untuk membantu masalah perilaku anak anda dan membantu mengatasinya adalah, ahli terapis, psikolog, dokter keluarga, tokoh agama, guru bimbingan siswa di sekolah, kelompok-kelompok pendukung lain. Jangan malu untuk meminta pertolongan demi anak anda.
Memang ada kasus di luar kebiasaan, di mana pelaku disebut kleptomania. Sindrom kompulsif disorder langka itu membuat penderita merasakan ketegangan luar biasa bila tidak mencuri. Mereka lalu merasa lega usai mengutil. Para penderita kleptomania pun sering kali merasa bersalah setelah mencuri dan sering membuang barang curian karena marah terhadap diri sendiri.
Apa pun penyebab di balik itu, bila mencuri menjadi kebiasaan anak anda, pertimbangkan untuk berbicara dengan dokter atau terapis. Juga penting, untuk memantau perilaku anak anda setiap saat, menjaga ia menjauhi situasi yang memungkinan ia mencuri dan tak ketinggalan pastikan beri konsekuensi masuk akal atas tindak pencurian bila itu terjadi.
Sebelum anda bereaksi ada beberapa cara untuk mengetahui mengapa anak kita mencuri dan bagaimana membantu kebiasaan buruk itu berakhir. Anak di setiap umur, mulai awal sekolah hingga remaja, dapat tergoda untuk mencuri karena alasan berbeda.
Anak berusia sangat muda kadang mengambil barang-barang yang mereka inginkan tanpa memahami jika itu punya nilai uang dan itu salah untuk mengambil tanpa membayar. Anak usia sekolah biasanya mengetahui mereka tidak seharusnya mengambil tanpa membayar, tapi mereka melakukan itu juga. Bisa jadi karena kurang kontrol diri.
Lalu awal remaja, mereka tentu lebih paham mencuri itu tidak boleh, namun tetap terus dilakukan gara-gara sensasi tantangan atau karena teman juga mencuri. Beberapa orang tua, bahkan anak yang melakukan meyakini mereka akan berhenti. Hanya saja ketika mereka memiliki kontrol atas diri sendiri, beberapa remaja mencuri sebagai bentuk pemberontakan.
Ada alasan kompleks lain yang bisa menjadi faktor penyebab. Anak mungkin marah atau butuh perhatian. Perilaku mereka bisa jadi mencermikan tekanan di rumah, sekolah, atau hubungan antar teman. Alasan lebih ekstrim, beberapa anak kadang mencuri karena bingung mencari pertolongan dan dorongan emosi akibat siksaan fisik yang harus ditanggung.
Namun di dalam kasus umum, anak-anak dan remaja mencuri karena mereka tidak mampu membeli apa yang mereka butuhkan atau inginkan, contoh mereka mencuri barang-barang bermerek mahal. Dalam kasus tertentu mereka mencuri karena kebutuhan akibat kecanduan obat.
Apa pun alasan mencuri, orang tua wajib mencari tahu akar perilaku tersebut dan menyelesaikan sebab masalah dibalik perilaku mereka dengan tepat, yang kadang tidak muncul ke permukaan. Berikut saran seorang ahli psikologi dan tumbuh kembang anak W. Douglas Tynan, PhD, ABPP,
Apa yang harus dilakukan?
Ketika anak tertangkap basah mencuri, reaksi orang tua sebaiknya tetap terkendali. Itu bergantung pada apakah kejadian itu pertama kali atau memang sudah ada pola perilaku mencuri sebelumnya
Dengan anak yang berusia masih sangat muda, orang tua mesti membantu memberi pemahaman, mencuri adalah salah. Mencuri adalah mengambil barang tanpa ijin atau membayar, itu akan melukai orang lain.
Jika anak prasekolah mengambil permen, misal, orang tua dapat mengajarkan dengan membantu si anak mengembalikan permen tersebut. Jika anak telah memakan barang curian, orang tua semestinya membawa anak kembali ke toko untuk meminta maaf dan membayar barang tersebut.
Bahkan untuk anak usia sekolah, masih sangat penting untuk membiasakan mengembalikan barang yang dicuri. Memang anak kelas satu atau dua seharusnya sudah paham mencuri adalah salah. Namun mereka mungkin masih membutuhkan pemahaman atas konsekuensi perilaku mereka.
Berikut adalah contoh; Jika seorang anak pulang dengan gelang seorang teman dan cukup jelas jika anak mengambil tanpa permisi, orang tua harus menegur dan tak lupa menekankan, bagaimana rasanya bila seorang mengambil barang si anak tanpa bilang dulu. Orang tua harus mendorong anak untuk menghubungi teman dan minta maaf, menjelaskan apa yang terjadi dan berjanji akan mengembalikan segera.
Ketika pencurian dilakukan anak remaja, dianjurkan orang tua memberi konsekuensi lebih keras. Misal, ketika anak remaja anda tertangkap mengutil, orang tua dapat membawa anak kembali ke toko, bertemu ke bagian keamanan, menjelaskan dan meminta maaf atas apa yang terjadi.
Perasaan malu menghadapi apa yang telah ia perbuat dengan mengembalikan barang curian bisa menjadi pelajaran menetap yang berharga, mengapa mencuri itu salah. Hukuman lebih lanjut, seperti hukuman fisik, tak perlu dilakukan. Itu hanya akan membuat anak marah dan cenderung melakukan hal-hal lebih buruk.
Anak-anak di setiap usia perlu tahu, mengutil bukan sekedar mengambil barang dari toko, itu sama dengan mengambil uang dari orang yang menjalankan bisnis tersebut. Plus, mengutil membuat harga semakin mahal bagi konsumen tertentu.
Mereka harus paham, mencuri adalah kriminal dan dapat mengarah pada konsekuensi lebih jauh dari sekedar tak boleh keluar rumah. Ada hukuman lebih berat, penampungan anak nakal, bahkan penjara.
Bila mencuri dilakukan anak pada properti orang tua, anak pun harus tetap diberi hukuman. Misal, beri tawaran membayar kembali uang seperti melakukan pekerjaan rumah tangga ekstra. Itu sangat penting. Hanya saja, sebaiknya orang tua tidak meninggalkan uang di tempat terbuka yang gampang dijangkau anak, apalagi untuk menjebak mereka. Itu hanya akan memperparah hubungan saling percaya antar orang tua dan anak.
Jika Anak Tetap Mencuri
Bila anak anda telah mencuri lebih dari sekali, pertimbangkanlah untuk mencari bantuan profesional. Tindakan buruk berulang bisa jadi mengindikasikan masalah lebih besar.
Sepertiga dari penghuni penampungan anak nakal yang tertangkap gara-gara mengutil mengaku, sulit bagi mereka untuk berhenti. Jadi, sangat penting membantu orang tua dan remaja memahami mengapa mencuri itu salah dan mereka bakal menghadapi konsekuensi serius jika terus mencuri.
Orang-orang yang bisa anda datangi untuk membantu masalah perilaku anak anda dan membantu mengatasinya adalah, ahli terapis, psikolog, dokter keluarga, tokoh agama, guru bimbingan siswa di sekolah, kelompok-kelompok pendukung lain. Jangan malu untuk meminta pertolongan demi anak anda.
Memang ada kasus di luar kebiasaan, di mana pelaku disebut kleptomania. Sindrom kompulsif disorder langka itu membuat penderita merasakan ketegangan luar biasa bila tidak mencuri. Mereka lalu merasa lega usai mengutil. Para penderita kleptomania pun sering kali merasa bersalah setelah mencuri dan sering membuang barang curian karena marah terhadap diri sendiri.
Apa pun penyebab di balik itu, bila mencuri menjadi kebiasaan anak anda, pertimbangkan untuk berbicara dengan dokter atau terapis. Juga penting, untuk memantau perilaku anak anda setiap saat, menjaga ia menjauhi situasi yang memungkinan ia mencuri dan tak ketinggalan pastikan beri konsekuensi masuk akal atas tindak pencurian bila itu terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar